Pada tanggal 24 Oktober 2019 yang lalu, lebih dari 20 orang siswa program Bahasa Inggris dari Kelas 11 dan 12 pergi ke Ubud untuk menghadiri orientasi relawan acara Ubud Writer and Reader Festival (UWRF) 2019.
Para relawan terdiri dari berbagai macam orang, tua-muda, penduduk setempat maupun orang asing, dan bahkan banyak orang yang datang ke Bali dengan tujuan hanya untuk menghadiri festival tersebut, yang menurut saya amat menarik.
Pada hari pertama kami bekerja sebagai relawan, kami mulai merasa bersemangat. Saya bertugas di bagian anak dan kaum muda di festival tersebut. Para pembicara selalu berbicara
dengan sangat menarik, dan begitu pula anak-anak yang ada di sana. Sangat menyenangkan
melihat bagaimana anak-anak tersebut bereaksi terhadap para pembicara dan apa yang mereka lakukan dalam semua kegiatan. Ada beberapa anak yang benar-benar menonjol dalam kepercayaan diri dan kreativitasnya.
Sebagai tamu biasa, saya berkesempatan menghadiri sebuah lokakarya di Casa Luna pada hari Sabtu. Lokakarya ini diselenggarakan oleh 4 orang Belanda-Indonesia yang merupakan hasil dari zaman kolonial yang berjuang dengan identitas mereka, karena mereka dipandang sebagai pengkhianat di negeri Belanda dan tidak dipandang sebagai orang Indonesia di negara Indonesia.
Hal ini cukup menarik untuk saya dengar sebagai seorang campuran Belanda-Indonesia sendiri, karena kisah mereka berbeda dengan apa yang saya rasakan sebagai seorang dengan dua warga negara.
Festival ini merupakan pengalaman yang memberikan pencerahan, dan tahun depan saya pasti akan mempertimbangkan untuk mengunjunginya lagi sebagai tamu, agar saya bisa bebas berkeliaran dan mendengarkan panel dan diskusi yang lebih menarik. Pengalaman ini benar-benar telah membuat saya keluar dari zona nyaman saya, membuat saya membuka diri dengan berbagai macam orang, dan mengajarkan saya bahwa bermacam-macam orang yang berbeda ini akan selalu ada dan saya harus belajar bagaimana bergaul dengan penuh hormat dalam kehidupan.