Pada tanggal 27 Februari 2020 yang lalu, sebuah kelompok teater bernama The Handlebards mengunjungi Sekolah Dyatmika dan membawakan pertunjukan animasi komedi Shakespeare yang terkenal yang berjudul “The Tempest”. The Tempest menceritakan kisah tentang Prospero, Adipati Milan (Italia), yang diasingkan oleh saudaranya ke sebuah pulau terpencil bersama putrinya, di mana mereka hidup bersama roh bernama Ariel yang nakal, dan seekor monster yang mengerikan bernama Caliban. Drama ini mencakup tema mengenai cinta, pengkhianatan dan pengampunan.

Pementasan drama kelompok teater tersebut meliputi musik yang meriah, akting yang brilian, kostum yang lucu dan partisipasi yang besar dari penonton – banyak guru dan siswa Dyatmika yang diundang naik ke atas panggung. Dari antara semuanya, karakter Ariel adalah yang paling mengesankan bagi saya karena kemampuan sihirnya. Saya juga terkesan dengan cara para aktor dalam mencoba menggambarkan semua karakter yang mereka perankan melalui berbagai alat peraga yang mereka bawa. Drama ini diakhiri dengan sesi tanya jawab, di mana kami belajar tentang latar belakang kelompok teater tersebut, bagaimana proses menyusun sebuah pementasan, bagaimana cara pemilihan peran dan berapa lama waktu yang mereka perlukan untuk menghafal dialog.

Salah satu hal paling menarik tentang kelompok teater ini adalah fakta bagaimana ketika mereka melakukan tur di Inggris. Mereka melakukan seluruh tur tersebut dengan bersepeda! Di sinilah nama kelompok teater tersebut berasal, karena mereka memplesetkan setang sepeda dalam bahasa Inggris, yaitu handlebars menjadi handlebards, karena julukan Shakespeare adalah ‘The Bard of Avon’, atau seringkali disebut sebagai The Bard saja. Bard adalah sebutan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap sebagai seorang penyair yang hebat atau ahli.

Setelah pertunjukan yang menarik tersebut, beberapa dari kami cukup beruntung untuk berpartisipasi dalam sebuah lokakarya drama bersama dengan para aktornya. Lokakarya drama tersebut mengajarkan kami banyak hal tentang detil dalam setiap aspek akting. Kami melakukan pemanasan yang sangat ekspresif dan melibatkan seluruh anggota tubuh dan bahkan kami juga melakukan pemanasan vokal. Setelah mulai terbiasa, kami diarahkan ke posisi dasar yang benar, meliputi lutut yang sedikit menekuk, bahu tegak dan dagu yang terangkat. Setelah itu, kami dibagi menjadi dua kelompok untuk memerankan sebuah adegan dari drama tersebut yaitu pertukaran antar karakter Miranda dan Ferdinand. Kami harus melafalkan dialog kami menggunakan berbagai suara yang berbeda, pelan maupun keras yang mengajarkan kami dampak pentingnya volume dalam memerankan sebuah karakter. Latihan-latihan yang kami lakukan tersebut melatih kami untuk berempati terhadap karakter yang kami perankan, dan menggambarkan seberapa besar kekuatan yang mereka miliki di setiap dialog yang mereka ucapkan.

Secara keseluruhan, pengalaman kami amat menghibur dan mengesankan. Kami sangat beruntung memiliki kesempatan untuk belajar banyak tentang akting dari para aktor profesional. Semoga kami bisa bertemu mereka lagi di waktu yang akan datang!

Cart
  • No products in the cart.